Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Indonesia membutuhkan dana sekitar US$ 28,5 miliar atau setara Rp 442,1 triliun (asumsi kurs Rp 15.513 per US$) per tahun hingga 2060 mendatang untuk bisa meninggalkan penggunaan batu bara dan beralih ke Energi Baru Terbarukan (EBT).
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara, Irwandy Arif mengungkapkan, Indonesia membutuhkan investasi secara keseluruhan mencapai US$ 1,1 triliun atau setara Rp 17.068 triliun untuk transisi energi hingga 2060 mendatang.
“Secara keseluruhan membutuhkan investasi US$ 1,1 triliun atau US$ 28,5 miliar per tahun hingga 2060. Peningkatan nilai tambah mineral punya peranan penting untuk transisi energi untuk pembangkit solar, nuklir, kabel transmisi distribusi, dan baterai EV (kendaraan listrik) dan EBT,” ungkapnya saat acara Indonesia Mineral and Energy Conference 2023 di Jakarta, dikutip Rabu (20/12/2023).
Pendanaan tersebut rencananya dibantu oleh beberapa sumber pendanaan internasional, seperti pada program Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Energy Transition Mechanism (ETM).
“Beberapa program pendanaan dicanangkan, rencana ini di antaranya penerapan carbon tax dan carbon trading, JETP, serta ETM,” tambahnya.
Namun demikian, dia mengatakan saat ini Indonesia masih mengandalkan batu bara sebagai sumber energi dalam negeri. Bahkan, hingga tahun 2030 Indonesia akan berada di puncak penggunaan batu bara.
Kemudian, secara bertahap akan dikurangi dengan pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara hingga tahun 2060.
“Saat ini ada beberapa kontrak batu bara sedang berjalan, sehingga pembangkit batu bara akan mencapai kondisi puncak 2030 dan phase out dilakukan hingga tahun 2060. Pada tahun 2060 Indonesia tidak lagi menggunakan PLTU,” tandasnya. https://brewokkiri.com/