Jakarta, CNBC Indonesia – Induk usaha Google, Alphabet, mengumumkan kebijakan pembatasan “pertanyaan” yang bisa dijawab oleh teknologi AI mereka soal pemilu. Pembatasan ini berlaku untuk chatbot AI milik Google yaitu Bard dan pencarian Google Search berbasis AI yang sedang dikembangkan.
Reuters melaporkan bahwa pembatasan ini berlaku mulai awal 2024 sebagai antisipasi Google atas pemilihan umum nasional yang terjadi di berbagai negara besar di dunia.
Selain Amerika Serikat, negara lain yang menggelar pemilihan umum nasional pada 2024 adalah India, Afrika Selatan, dan Indonesia.
Google menyatakan bahwa mereka akan “meningkatkan fokus pada peran yang berpotensi diambil oleh AI” sambil bekerja untuk memberikan layanan kepada para pemilih dan pihak yang berkampanye di berbagai pemilu di seluruh dunia.
Perusahaan induk Facebook, Meta, telah mengumumkan larangan penggunaan produk AI mereka oleh kampanye politik atau pengiklan di industri lain yang diregulasi dengan ketat.
Di sisi lain, Twitter X milik Elon Musk menyatakan bahwa mereka mengizinkan iklan politik dari partai politik dan kandidat politik di Amerika Serikat. Sebelumnya, Twitter melarang segala jenis iklan politik sejak 2019.
Kebijakan Elon Musk kini sedang diselidiki oleh Uni Eropa yang menetapkan aturan bahwa setiap iklan politik harus diberikan label, termasuk pihak yang membayar, nilai pembayaran, dan untuk pemilu di negara apa.
AI ancam pemilu Indonesia
Indonesia pada Februari nanti akan menggelar pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden secara bersamaan. Penggunaan AI dalam kampanye pemilu, termasuk dalam kampanye pilpres yang diikuti oleh Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, juga disorot oleh pemerintah Indonesia.
Seperti pemerintah lain di seluruh dunia, Indonesia mencari cara mengatur penggunaan AI agar tidak digunakan untuk menyebar berita sesat dan berita bohong.
Wakil Menteri Kominfo Nezar Patria dalam acara Diskusi Multi-Pemangku Kepentingan untuk Pengembangan Kerangka Etika Kecerdasan Artifisial (CNBC Indonesia/Novina) |
Wakil Menteri Kominfo, Nezar Patria, bercerita banyak temannya yang percaya dengan sebaran deepfake Jokowi yang berbicara Mandarin padahal mereka disebut orang-orang yang cukup cakap secara digital.
“Makin lama makin canggih. Banyak teman saya yang cukup digital savvy nyaris percaya pidato terjadi di Beijing sampai muncul penjelasan hasil karya deepfake,” kata Nezar dalam acara Diskusi Multi-Pemangku Kepentingan untuk Pengembangan Kerangka Etika Kecerdasan Artifisial, di Jakarta, Selasa (5/12/2023).
Dia mengakui jika AI kerap digunakan untuk misinformasi dan disinformasi. Ini diproduksi baik oleh kelompok tertentu atau individu. Penggunaan generatif AI pada deepfake bisa berkontribusi pada kekacauan informasi. Bahkan tidak bisa membedakan informasi yang benar atau tidak.
“Sedemikian mengancam generatif AI. Bisa memporak-porandakan arus informasi yang diterima,” imbuhnya.
Untuk itu, Kominfo mengeluarkan draf Surat Edaran AI yang berisi soal pedoman dan ketentuan etik pemanfaatan teknologi tersebut di Indonesia. Dengan begitu, penerapan AI bisa memaksimalkan manfaatnya dan menghindari dampak negatifnya. https://merujaksore.com/